mela  barbie dan goyangnyaKenal yang namanya Lina? Iya, itu Lina Geboy. Kenal nggak? Kalau Mela Barbie? Nggak kenal juga? Duh!!

Baiklah, kalau anda nggak kenal, saya coba kenalkan. Lina Geboy dan Mela Barbie itu biduanita dangdut koplo. Dua nama itu entah kenapa membuat saya takjub. Saya ngefans banget dengan dua gadis itu. Dua nama yang entah kenapa dibelakangnya diberi embel-embel Geboy dan Barbie.

Saya ngefans karena mereka itu penghibur sejati. Sumpah, suara dan goyangnya dahsyat. Saya sampai tak tahan. Lina Geboy dan Mela Barbie seolah paham benar dengan statusnya sebagai artis penghibur. Jadi meski di colek sana-sini, disuitin ribuan manusia, goyangnya justru semakin heboh. Desahannya, alamakkk!! Saya sampai tak kuasa untuk tidak menahan nafas. Jantung saya berdenyut-denyut kalau suara kendang itu mengendut-endut. Habisnya, goyangan Lina dan Mela benar-benar pas dengan irama kendang. Mereka masih bisa tertawa-tawa dan tetap menjaga kualitas suaranya. Benar-benar penghibur sejati.

Lina, Mela, kendang dan dangdut memang seperti satu kesatuan yang utuh. Semunya tidak bisa dipisahkan. Benar-benar menarik urat saya untuk terus melotot.

Kalau toh dipisahkan, mungkin saya tidak pernah ngefans dengannya. Goyang, tanpa Lina atau Mela, benar-benar tak enak dilihat, kendang tanpa merdu suara Lina atau Mela, bikin kuping saya panas. Dangdut koplo tanpa Lina dan Mela, membuat mata saya malas memandang lama-lama. Jadi, dangdut koplo, kendang, Lina dan Mela adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Hehehe.. ndeso memang!!
Biarin. Sekali-kali menikmati irama dangdut koplo kan sah-sah saja.

Saya sebenarnya tak begitu mencintai dangdut koplo, jika bukan karena abang saya. Dia itu menyimpan beberapa keping VCD yang didalamnya ada Lina dan Mela. Karena saya penasaran, makanya saya curi-curi untuk memutarnya di computer abang saya itu. Dan sejak saat itu saya langsung kepincut. Saya langsung ngefans. Goyangnya bikin saya tak tahan!!

Ingat dangdut, saya jadi ingat kawan saya di kampung Srondol. Namanya Samirun. Ia kawan saya sejak kecil. Dia itu pecinta dangdut. Dirumahnya berserakan keping dan kaset dangdut. Mulai zaman bang Rhoma hingga Inul Darastita, Julia Perez hingga Lina Geboy, semuanya berceceran di rumahnya. Semuanya dikoleksi Samirun.

Padahal dulu saya tak begitu suka dangdut. Saya lebih suka Dewa 19, Iwan Fals, Slank dan Coklat. Saya tak kenal yang namanya Lina Geboy apalagi Mela Barbie. Saya juga tidak begitu menyukai dangdut karena dulu sempat trauma melihat preman kampung yang mabuk menghunus parang di arena dangdut 17-an.

Saat itu saya masih SMP, saya berdiri dipinggir panggung sambil sesekali ngintip celana penyanyi dangdut lewat celah dibawah panggung. Samirun yang mengajari saya mengintip. Katanya lewat celah itu, celana penyanyi dangdut itu keliatan. Maklumlah, anak muda.

Nah, kebencian saya dengan dangdut karena dalam arena dangdut 17-an itu, ada tawuran. Preman kampung itu dengan membabi buta membacok sana-sini gara-gara senggolan saat bergoyang. Saya nyaris kena sabetan parang, kalau saja pak Tentara itu tidak sigap dengan pucuk popor senjatanya.

Pletak!! Pucuk popor senjata pak Tentara tepat mengenai kepala preman kampung itu. Dia pun terhuyung sebelum kemudian dibawa ke kantor kelurahan. Saya aman, tapi semenjak itu saya lebih suka berdiri dikejauhan kalau ada pentas dangdutan, meski Samirun menyeret-nyeret saya untuk diberdiri di bawah panggung. Ogah!!

Saya memang tidak suka dengan kekerasan. Apalagi yang jadi korban adalah kawan sendiri, atau saudara sendiri. Saya ini heran, kenapa orang tega menghunus parang, menenteng rotan, lalu main gebuk seenak sendiri. Nggak perempuan, laki-laki, anak-anak, atau nenek-nenek. Asal beda ideology, langsung gebuk, maen bacok, maen cekik, maen tendang.

Saya suka sedih jika mendengar kabar macam itu, saya suka tak tega. Penyerangan kelompok ormas di Monas, beberapa pekan lalu misalnya, membuat batin saya teriris-iris. Disaat 62 Tahun Pancasila lahir di bumi pertiwi ini, nilai-nilai pancasila seolah terkaburkan maknanya. Orang ramai-ramai menyelingkuhi sila demi sila. Mungkinkan orang sudah lupa dengan nilai-nilai itu?

Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha ESa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Ketuhanan Yang Maha Esa berarti hanya ada satu agama yang layak ada di Indonesia. Makanya, selaian agama yang kita anut, agama lain harus diberangus. Beda agama, adalah musuh. Itukah yang ada dibenak orang sekarang ini?
Kemanusian yang Adil dan Beradab, Berarti kelaparan dimana-mana. Kian banyak pundi-pundi uang mengalir ke kantong pejabat dan koruptor, sementara masyarakat di daerah masih susah makan.
Persatuan Indonesia, Berarti tawuran yang kian merebak. Perang suku, perang antar agama, maen hantam, maen pukul.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Berarti anggota DPR yang berantem saat sidang
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah pembagian BLT yang harus berdesakan, orang-orang tua yang pingsan karena antri BLT dan minyak Tanah.

Ahh.. Saya tidak tahu. Saya bukan ahli penerjemah butir Pancasila. Saya juga takut kualat jika menyebut banyak orang menyelingkuhi Pancasila. Otak saya terlalu cekak untuk memikirkan kondisi bangsa ini. BBM naik, makan saja susah, ongkos angkot mendadak melambung, perut saya jadi jarang terisi sekarang ini. Kian banyak saja orang susah hidup di negeri gemah ripah loh jinawi ini.

Orang berebut makan, demi anak dan istri dirumah. Saya jadi ingat, kejadian beberapa hari yang lalu di daerah Mangga Besar, Jakarta. Ceritanya begini.

Tengah malam, usai karaoke, seperti biasa saya dan abang saya cari makan di sepanjang jalan Hayam Wuruk. Kami suka makan restoran cepat saji didaerah situ, karena ditempat itu ramai orang datang dan pergi. Kami sering memperhatikan orang-orang, sambil sesekali lirik sana-sini.

Usai makan, perut kenyang, pulanglah kami menuju parkiran di depan restoran. Saat keluar itulah, mata kami sekali lagi dipaksa untuk melihat orang berkelahi. Dua sopir taksi maen hantam, maen pukul, gara-gara rebutan penumpang.

Saya tahu. Saya tahu persis kejadian itu sebelum kemudian dilerai oleh kawan sesama sopir. Saya tahu persis, orang tua yang sudah beruban itu terpaksa menerima bogem mentah, demi mendapatkan sepiring nasi untuk anak dan istri dirumah. Terpaksa berkeringat darah, demi bayar listrik dan kontrakan yang mungkin sudah nunggak beberapa bulan.

Perut saya mendadak mual. Makanan yang sudah saya telan seperti mau keluar. Perut saya berontak manakala melihat sopir-sopir itu berkelahi demi sesuap nasi. Hidup memang berat, penuh resiko. Tapi kenapa harus berkelahi?, kenapa pula harus main gebuk?

Lina GeboyBeda ideology berkelahi, cari makan bertengkar, nonton dangdut kena senggol, maen bacok.

Lebih baik memang dirumah saja. Nonton Lina Geboy dan Mela Barbie bergoyang sepertinya justru lebih asik. Tanpa gebuk-gebukan, tanpa membuat batin teriris-iris. semuanya senang, semuanya girang.

Tarikkk mang!!!

Itu kuda lumping, kuda lumping
Kuda lumping, kesurupan
Itu kuda lumping, kuda lumping
Kuda lumping, loncat-loncatan

-Kuda Lumping-

Tulisan ini terinspirasi dari Blog ini